Kamis, 30 Agustus 2012

Pesawat Bisa Terbang bukan Karena Prinsip Bernouli


              
Kebanyakan buku menyebut bahwa gaya angkat sebuah pesawat terjadi karena Prinsip Bernouli, sesungguhnya itu bukan alasan utama sebuah pesawat tetap melayang di udara. Itu kebetulan sebuah penjelasan yang cepat dan mudah, tetapi seperti semua jawaban sederhana, “peluang untuk menyesatkan selalu ada”, bahkan sulit untuk tidak disebut keliru.
Pada tahun 1738, Bernouli menemukan bahwa ketika suatu kecepatan fluida (cair atau gas) bertambah, tekanannya terhadap permukaan-permukaan disekitarnya berkurang.
Bagaimana pengaruhnya terhadap pesawat terbang?
Permukaan sebelah atas sayap pesawat terbang konvensional agak cembung ke atas, sedangkan permukaan sebelah bawahnya relatif rata. Sewaktu pesawat terbang, udara berhembus melewati kedua permukaan tadi. Dalam perjalanan menuju pinggir belakang sayap (trailing edge), udara di permukaan atas menempuh jarak lebih panjang karena lintasannya melengkung. “Pihak Pendukung” pesawat bisa terbang berkat Bernouli bersikeras bahwa udara di bagian atas dan bagian bawah sampai di pinggiran belakang sayap pada waktu yang sama, mereka menyebutnya asumsi waktu transit yang sama (equal transit time assumption) dan karena udara di bagian atas harus menempuh jarak lebih panjang, berarti kecepatannya harus lebih tinggi. Oleh sebab itu, menurut Bernouli, udara atas yang lebih cepat memberikan tekanan lebih sedikit pada sayap daripada udara bawah yang lebih lambat, maka sayap terdorong ke atas karena gaya neto yang disebut “gaya angkat” atau lift.



 
Pada hakikatnya, tidak ada alasan yang cukup kuat bagi udara atas untuk tiba di pinggiran belakang secara bersamaan dengan udara bawah. Jadi asumsi waktu transit yang sama sesungguhnya adalah sesuatu yang “sangat tidak tepat”.
Efek Bernouli memang menyumbang sebagian gaya angkat terhadap sayap pesawat. Namun jika efek Bernouli bekerja sendirian, prinsip ini akan mensyaratkan sayap yang penampangnya seperti punggung lengkung seekor paus atau melaju pada kecepatan yang luar biasa tinggi.

Lalu, bagaimana pesawat bisa terbang di udara?
Hukum ketiga Newton tentang gerak mengatakan bahwa untuk setiap aksi pasti ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah. Maka jika pesawat didorong ke atas atau diangkat, pasti ada sesuatu yang mendorongnya kembali ke bawah. Sesuatu itu adalah udara. Sayap pastilah menghembuskan angin sangat keras ke arah bawah dengan gaya setara dengan gaya angkat yang diperolehnya. Ini disebut sebagai downwash.
Ketika suatu fluida, misalnya air atau udara, mengalir di sekitar permukaan yang lengkung, fluida itu cenderung melekat ke permukaan lebih kencang daripada yang diduga. Fenomena ini disebut Efek Coanda. Karena kecenderungan melekat ini, udara yang mengalir dekat permukaan sayap terpaksa mengikuti bentuk sayap tersebut. Udara di sebelah atas sayap mengikuti bentuk sayap tersebut sedangkan udara di sebelah bawah sayap mengikuti bentuk permukan bawah. Selain mengambil arah berbeda-beda selama mengikuti bentuk permukaan sayap, kedua lapisan udara dekat permukaan sayap pun berkair di pinggir belakang dengan sudut arah yang berbeda. Ketika membelah udara, sayap pesawat terbang tidak seperti pisau pipih yang membuat udara terbelah begitu saja dan kembali ke arah semula di tepi belakang pisau.
Ketika lapisan udara di atas sayap bertemu dengan pinggiran depan sayap, lapisan itu mengalir naik terlebih dahulu kemudian turun dan mengarah ke bawah ketika meninggalkan pinggiran belakang sayap. Akan tetapi, bentuk sayap yang demikian membuatnya mengalir labih jauh ke bawah dibanding posisi semula di bagian depan, akibatnya lapisan udara itu meningggalkan pinggiran belakang sayap dengan gaya neto mengarah ke bawah (net downward direction). Dengan kata lain, udara di bagian atas sayap sesungguhnya didorong ke bawah oleh bentuk sayap. Dan menurut Hukum Ketiga Newton, akibatnya sayap memperoleh gaya dorong ke atas yang sama besar. Ini lah gaya angkat (lift) yang sesungguhnya!

.
Sayap yang berada di pesawat tidak sejajar dengan tanah, arahnya agak naik sedikit di bagian depan, biasanya sekitar 4 derajat ketika pesawat sedang terbang datar. Hal ini menghasilkan tekanan udara lebih banyak di bagian bawah daripada di bagian atas dan ini juga ikut mendorong sayap ke atas. Sang pilot bahkan dapat menaikan hidung pesawat(dalam istilah penerbangan disebut angle of attack atau sudut terjang) untuk mendapatkan gaya angkat lebih banyak dari efek tersebut. Hukum ketiga Sir Isaac Newton disini ketika pesawat bergerak maju, sayapnya mendorong udara di depannya ke arah bawah dan akibatnya udara bereaksi mendorong sayap ke atas.

Rabu, 29 Agustus 2012

EVAPORASI


Evaporasi adalah peristiwa menguapnya pelarut dari campuran yang terdiri atas zat terlarut yang tidak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Tujuan dari evaporasi adalah memekatkan konsentrasi larutan sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

Apa perbedaan evaporasi dengan pengeringan (drying)?
Dalam proses evaporasi, sisa dari proses tersebut (fasa yang ditinggalkan) adalah zat cair (kadang-kadang zat cair yang sangat viskos). Dalam proses pengeringan, sisa dari proses tersebut adalah zat padat.

Apa perbedaan evaporasi dengan destilasi?
Dalam proses evaporasi, uap yang dihasilkan biasanya adalah komponen tunggal dan walaupun uap tersebut masih berupa campuran, biasanya dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Dalam destilasi, uap yang dihasilkan masih memiliki komponen yang lebih dari satu.

Biasanya, dalam proses evaporasi, zat cair pekat yang dihasilkan adalah produk dari proses evaporasi dan uapnya dikondensasi untuk kemudian dibuang. Tetapi bisa pula sebaliknya, air yang mengandung mineral seringkali di-evaporasi untuk mendapatkan air yang bebas zat padat terlarut, misalnya untuk air umpan boiler, air proses atau untuk dikonsumsi manusia. Cara seperti ini disebut destilasi air (water distillation), tetapi dari segi teknik proses ini adalah evaporasi.
            Penyelesaian terhadap masalah evaporator sangat ditentukan oleh karakteristik cairan yang akan di-evaporasi. Berikut ini adalah beberapa hal penting mengenai zat cair yang akan di-evaporasi.
1.      Konsentrasi
    Cairan encer yang diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup encer sehingga sifat fisiknya sama dengan zat pelarutnya, misalnya air. Akan tetapi, semakin lama konsentrasi cairan yang di-evaporasi akan meningkat sehingga memiliki sifat tersendiri. Konsentrasi, densitas dan viskositasnya akan meningkat dan mungkin dapat mencapai titik jenuh. Jika cairan jenuh dipanaskan terus menerus, maka akan terjadi pembentukan kristal dan kristal-kristal ini akan menyumbat tabung evaporator. Titik didih cairan akan jauh meningkat bila konsentrasi zat padat didalamnya bertambah sehingga suhu didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari larutan tidak jenuh pada tekanan yang sama.
2.      Pembentukan busa (foaming)
    Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat organik, akan membusa ketika diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap dan menyebabkan banyaknya bahan yang ikut terbawa dan terbuang.
3.      Kepekaan bahan terhadap suhu
    Beberapa bahan, seperti bahan kimia farmasi dan makanan dapat rusak bila dipanaskan walaupun dalam waktu yang singkat sehingga diperlukan teknik khusus untuk meng-evaporasi bahan tersebut
4.      Kerak
    Beberapa larutan tertentu dapat menyebabkan pembentukan kerak pada permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan terganggunya perpindahan panas ke larutan. Jika kerak sudah terlalu tebal maka operasi evaporator yang kontinyu harus dihentikan dan pembersihannya dapat memakan biaya
5.      Bahan konstruksi
    Bahan konstruksi yang digunakan untuk evaporator harus memiliki daya hantar yang tinggi terhadap panas dan tahan terhadap bahan yang akan di-evaporasi sehingga tidak merusak konstruksi atau mengkontaminasi bahan yang sedang di-evaporasi.
            Selain itu, banyak pula karakteristik lain yang perlu diperhatikan, antara lain kalor spesifik, kalor konsentrasi, titik didih, titik beku, sifat racun, bahaya ledak, radioaktivitas dan persyaratan operasi steril. Oleh karena adanya perbedaan karakteristik zat cair, maka dikembangkanlah berbagai jenis rancang evaporator. Jenis evaporator yang dipilih tergantung dari (utamanya pada) karakteristik zat cair.